CERITA INSPIRASI

Mak, Arin Takut ! 

“Gila” Seru arin sambil menghempaskan badannya ke atas ranjang. Sinta berhenti membersihkan wajahnya menatap Arin heran. “Apanya yang gila?” Tanya Sinta pelan seolah pada dirinya sendiri kemudian melanjutkan membersihkan wajahnya. 

Arin langsung duduk menghadap Sinta sambil memeluk bantal. “Gimana nggak coba, tadi waktu aku pulang dari kampus aku seangkot sama cewek yang memeluk erat tangan pacarnya kayak yang takut kehilangan “ Cerita Arin panjang lebar. “Ah, itu sih sudah biasa lagi Rin” Ujar Sinta. 

“Udah biasa bagaimana?” Arin menatap Sinta bingung. “Rin, ini bukan Lampung Barat, ini Bandung, kota besar. Di kota besar hal yang kayak begitu sih udah biasa, udah nggak aneh !” Tegas Sinta sambil berlalu meninggalkan Arin yang hanya bisa melongo. 

Hari Arin pulang dengan semangat. Ia baru menerima bonus hasil bisnisnya. Di angkot, di sepanjang jalan hati Arin bertaburan cahaya, sampai-sampai matanya berbinar-binar.

Tidak dipedulikannya cewek dan cowok yang duduk begitu rapat dan mesra di sampingnya. Pemandangan ini bukan pertama kalinya di lihat oleh Arin. Selama hampir tiga tahun di Bandung, Arin sering melihat pemandangan yang serupa. 

Usai shalat subuh, Arin meneruskan perjuangannya semalam, baca buku. Sebenarnya membaca buku pekerjaan paling mengesalkan bagi Arin, tapi bagaimana lagi, tidak baca buku nilai bisa hancur. 

Arin meninggalkan kelas dengan mantap. Ujian baru saja usai. “Teh Arin ! mau kemana?” Sebuah suara menghentikan langkah Arin. “Eh, Irfan, mau ke perpustakaan, mau ikut?” Tawar Arin. “Boleh” Sambut Irfan. 

“Fan, gimana tawaran bisnis teteh?” Arin membuka percakapan. “Menarik sih teh, Cuma kemarin-kemarin kan persiapan ujian, kalau sekarang sih kayaknya udah bisa di mulai” Irfan mengiringi langkah Arin. “Fan, teteh ngembaliin buku dulu ya, mending kamu cari buku duluan aja” Kata Arin setibanya mereka di perpustakaan.

Langkah-langkah Arin mengantarkannya ke meja dimana Irfan duduk. “Teh, punya pulpen sama kertas nggak?” Tanya Irfan “Pulpen sih punya, tapi kalau kertas ngga bawa, memangnya buat apa sih Fan?” Tanya Arin sambil menoleh ke Irfan yang celingukan mencari kertas. “Teh tolong tuliskan kebaikan dan keburukan Irfan dong!” Pinta Irfan setelah menemukan selembar kecil kertas. “Boleh” Sambut Arin. 

Lama Arin terdiam, otaknya mulai berputar, fikirannya mulai meraba-raba. “Gimana teh?” Tanya Irfan sambil melihat kertas kecil yang di pegang Arin. “Aduh Fan, maaf, kayaknya susah deh, soalnya teteh kan jarang berinteraksi dengan kamu, memangnya buat apaan sih fan?” Arin penasaran. 

“Cuma untuk perbaikan diri kok teh” Jawab Irfan “Teh, saya dulu sering disebut killer lho” Irfan menutup buku yang di bacanya. “Kok bisa?” Arin ikut-ikutan menutup buku 

“Dulu ketika saya SMU, anak-anak di SMU saya banyak yang segan. Kalau ada yang bertingkah macam-macam saya nggak segan-segan mengadukan mereka kepada pihak yang berwajib, teh di tempat saya para aktivis, anak-anak yang punya kendaraan, punya pengaruh sering di kejar-kejar cewek, saya juga sering dikejar-kejar sama cewek. Tapi dulu sih saya nggak tertarik meladeni mereka. Pernah ada cewek yang nelepon ke rumah, ngajak kenalan terus nanya saya udah punya pacar apa belum? Saya jawab aja gini : belum, memangnya kalau belum kamu mau daftar? Kalau mau daftar uang pendaftarannya seratus ribu rupiah, itu kalau saya lagi baik, tapi kalau saya lagi malas, saya bilang gini : mau kenalan ya? Tunggu sebentar ya..terus teleponnya saya kasihin ke mama” Jelas Irfan. 

“Kamu pernah nggak bertemu sama cewek yang kamu judesin? Tanya Arin. “Pernah” Jawab Irfan Lalu mengalirlah cerita Irfan yang membuat Arin bergidik ngeri. Arin pulang dengan perasaan tak menentu. Apa yang dikatakan Irfan membuat dara manis asal Lampung ini merasa khawatir. Fikirannya melanglang buana. Ups! Hampis saja ia tersandung. 

Hhh! Arin menghempaskan nafasnya berat. Matahari yang bersinar terik membuatnya gerah, apalagi kalau ingat cerita Irfan, membuatnya semakin gerah saja, senadainya saja di depannya ada kolam mungkin ia sudah enyebur. 

Selesai shalat dhuhur, Arin rebahan di ranjang. Pikirannya tidak terlepas memikirkan apa yang tadi dikatakan Irfan. “Assalamuaalikum” Sayup-sayup Arin menangkap ucapan salam. “Waalaikum salam, siapa?” Arin langsung menyambar jilbab yang tergantung di balik pintu. 

“Eh, Anggi, darimana? Tanya Arin seraya membuka pintu “Dari kost-an sengaja mau ke elu” Sambut Anggi “Enggak tahu nih, gue tiba-tiba bete. Tadi gue ketemu sama adik kelas gue..” 

Lalu mengalirlah cerita Arin tentang pembicaraannya dengan Irfan. Anggi hanya terdiam sambil mendengarkan Arin dengan serius. 

Adzan ashar berkumandang, pembicaraan Arin dengan Anggi terhenti. “Rin, gue pulang dulu ya” Pamit Anggi “Hati-hati ya” Balas Arin Sejak hari itu Arin jarang berkumpul dengan teman-temannya yang lain. Waktunya lebih banyak diisi dengan termenung. Sampai-sampai teman sekost-annya menjadi heran. Pernah teh Leni, teman sekamar Arin bertanya, tapi jawaban yang diterima teh Leni hanya gelengan kepala. 

“Teh, besok Arin mau pulang ke Lampung” Ucap Arin suatu malam. “Memangnya ada apa sih Rin, kok mendadak mau pulang? Tanya teh Leni “Arin takut teh” Jawab Arin “Takut apa?” Tanya teh Leni lagi. 

Hening tak ada jawaban, saat teh Leni menoleh Arin sudah tertidur. 

“Kok sudah pulang Rin, memangnya kamu sudah libur?” Tanya Emak ketika Arin tiba di rumah. “Enggak kok mak, Cuma bebas kuliah aja” Jawab Arin seraya menyeruput air putih yang di bawa Emak. “Mak, bak mana? “ Tanya Arin ketika mendapatkan rumah sepi “Bak mu sedang ke kebun, sedang metik jeruk.” 

Sore ini hari kedua Arin di Lampung. Waktunya lebih banyak ia habiskan dengan membaca buku agama yang ia pinjam dati teh Ai sewaktu ia mau pulang. Bila bosan membaca buku, sisa waktunya ia lalui dengan melamun. Emak dan Bak jadi bingung, sampai Udonya yang tercuek pun merasa heran. 

Selesai makan malam Arin tidak diizinkan masuk ke kamarnya. Ia harus menghadap Emak. “Arin, kamu sakit nak?” Tanya Emak dengan lembut. “Arin ngga apa-apa kok mak” Jawab Arin lirih “Takut sama apa? Bukannya selama ini kamu enggak pernah merasa takut? Tanya Emak heran “Mak, Arin takut, soalnya seminggu yang lalu Arin bertemu adik kelas Arin, terus dia bercerita, katanya di tempat dia wanita itu sudah berani mengejar laki-aki, terus ada sebuah tempat di Jakarta, tempat itu menyediakan perempuan-perempuan cantik khusus untuk para lelaki hidung belang. Laki-laki yang kesana semuanya orang yang banyak duitnya, laki-laki yang mau menjadi anggota club itu harus bayar lima ratus juta, gila enggak mak? Uang segitu kalau dikalikan lima puluh orang aja mungkin bisa melunasi hutang negara. 

Yang bikin Arin lebih ngeri lagi, wanita itu ditubuhnya di tempeli makanan, kalau mau makan nggak boleh dipegang pakai tangan melainkan di jilat. Hii ngeri” Cerita Arin panjang lebar. Emak mengernyitkan keningnya, ngeri bercampur bingung.“Iya, sih ngeri, tapi emak nggak ngerti apa hubungannya ketakutan kamu sama semua itu?” Jawab Emak. 

“Itu sih belum seberapa, mak, Anggi teman Arin pernah bercerita katanya di lingkungan sebuah pesantren terkenal banyak homonya, terus kata Anggi waktu ia di angkot , ada anak SMP yang bilang sama temannya bahwa dia baru saja kehilangan keperawanannya, Emak tahu jawaban temannya? Temannya bilang : selamat ya!” Ucap Arin berapi-api. Emak makin tak mengerti. “Emak, Arin takut, soalnya kayaknya kiamat sudah dekat” Aku Arin akhirnya. 

Mendengar jawaban Arin, Emak tersenyum lucu. “Rin, Arin…itu kan hanya judul film, lagian kata siapa kiamat sudah dekat?” 

“Emak…!, Arin serius, yang tadi Arin ceritakan tandanya kiamat sudah dekat, Mak, Arin takut kalau kiamat tiba Arin belum siap menghadapinya, Arin takut kalau ajal menjemput tobat Arin belum Allah terima” Mata Arin mulai berkaca-kaca, Emak hanya terdiam. 

“Selain itu tanda kiamat kan datangnya dajjal ke bumi, mungkin saja dajjal itu hanya kiasan, sekarang negara yang berkuasa, yang kuat melawan yang lemah, bukankah ciri-ciri dajjal itu tinggi, besar dan kejam? Suara Arin semakin lirih. Emak memeluk Arin erat. “Satu lagi tanda kiamat datang. Matahari terbit dari barat dan terbenam di Timur. Bisa saja itu juga hanya kiasan. Sekarang islam mulai tumbuh dan berkembang di barat dan orang timur mulai meniru gaya hidup orang barat. Mak, Arin sangat takut. Mak maafin Arin ya!” 

Arin tak mampu menahan air matanya. Tangis Emak pun pecah, suasana semakin mencekam. Hanya Allah yang tahu secara pasti kapan kiamat akan tiba. Yang jelas kita harus mempersiapkan diri untuk menghadapi itu semua

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "CERITA INSPIRASI"

Post a Comment