Batasan Usia Pemberi Hibah dan Jumlah Saksi


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Manusia diciptakan Allah SWT diatas permukaan bumi ini, tidak terlepas dari berbagai macam kebutuhan, baik itu kebutuhan jasmani ataupun rohani. Di antara kebutuhan-kebutuhan manusia didalam kehidupan  tersebut adalah harta. Harta merupakan salah satu sekian banyak kebutuhan manusia dan ini sangat erat hubungannya dengan kelangsungan hidup yang layak di tengah-tengah masyarakat.
Untuk mendapatkan harta, manusia mesti berusaha dengan berbagai cara dan sistem, ada yang berusaha dengan bekerja sendiri atau dengan cara bermua’amalah bersama manusia lainnya.
Dalam mendapatkan dan memiliki suatu harta sebenarnya merupakan hak yang telah dianugerahkan Tuhan kepada manusia, oleh karena itu manusia juga berhak untuk melakukan apa saja terhadap harta yang dimilikinya.
Salah satu bentuk perpindahan dari tangan yang satu ke tangan yang lainnya adalah dengan cara pengubahan (hibah) yaitu suatu persetujuan pemberian benda-benda dari seseorang yang masih hidup kepada orang lain dengan cuma-cuma dan tidak ditarik lagi[1].
Didalam Syriat Islam dalam hal ini Al-qur’an sebenarnya sejak dini telah memberikan anjuran umum  tentang hibah ini, diantaranya tercantum dalam surat Al-baqarah : 177  yang berbunyi.


Artinya : “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya.[1]
Melihat banyaknya ayat-ayat Al-qur’an yang masih bersifat umum,  khusus diantaranya tentang masalah Hibah, maka para ulama sebagai pewaris Nabi telah mengadakan kebijakan-kebijakan hingga akhirnya hal-hal yang sifatnya masih umum telah menjadi khusus dan terperinci serta mudah untuk dipahami dalam konteks hukum di tengah-tengah masyarakat, hasil dari ijtihat para Ulama inilah yang disebut dengan Fiqh (Hukum Fiqh).
Fiqh Syafi’i yang telah mewarnai Mayoritas Hukum Islam khususnya di Indonesia, juga tidak ketinggalan memberikan batasan atau ketentuan hukum, termasuk diantaranya masalah hibah, di dalam Fiqh Sunnah Sayyid Sabiq   disebutkan bahwa syarat-syarat penghibah adalah :
1.                 Penghibah memiliki apa yang dihibahkan
2.             Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya karena suatu alasan.
3.             Penghibah itu orang dewasa, sebab anak-anak kurang kemampuannya.
4.             Penghibah itu tidak dipaksa sebab hibah itu akad yang mempersyaratkan keridhaan dalam keabsahannya[2].
Dan Imam Syafi’i juga menyebutkan dalam kitabnya :
 (قال السافع) لهبه بشر ط العوض يكون بيعاوا لا فسلا
Artinya : “Imam Syafi’i berkata : Suatu pemberian yang disyarikatkan adanya ganti rugi adalah jual beli, apabila tidak ada ganti rugi atau imbalan itulah hibah”[3].
Di dalam Sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, yang berbunyi :


[1] Departemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahannya,  Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, Jakarta, 1984, h. 42
[3] Muhammad Ibn Idris as-Syafi’i Al-Um, Juz. III Dar Al Fikr, Beirut, h. 314

عَنْ أَبِئ هُرَيْرَةَ رَضِى ا للَّهُ عَنْهُ يَقُوْ لُ الرَّسُوْ لُ للَّهُ صَلَى ا للَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ تَهَادُوْا تَحَا بُّوْا
Artinya : “Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda : Saling memberi hadiahlah kamu, maka kamu akan saling mencintai                 (H.R. Bukhari)[1]
                Selain dari pada itu salah seorang ulama Syafi’i juga ada yang menyatakan bahwa :
وماجازبيعه منا الا ععيان جازهبته
Artinya : “Dan apa yang dibolehkan menjualnya dari suatu benda boleh juga menghibahkannya[2].
Selanjutnya Islmail Al-Kahlani juga membuat defenisi di dalam kitabnya yaitu sebagai berikut :
ا لهبة هو تمليك عين بعقد عل غير عوض وم فئ ا لحيا ة
Artinya : “Hibah yaitu aqad pemilikan terhadap suatu benda dengan aqad yang tidak memakai ganti (tukar) yang dilakukan pada waktu hidup”[3].
Maka dari pendapat Imam Syafi’i dan Syafi’iyah tersebut dapat dipahami bahwa batasan umur bagi orang yang akan memberikan suatu hadiah (hibah) tidak  ditentukan, sebagaimana terdapat dalam Fiqh Sunnah Sayyid Sabiq dalam syarat-syarat sipenghibah itu adalah orang yang dewasa sebab anak-anak kurang kemampuannya, jadi jelas tidak adanya batasan usia si penghibah dan juga berapa jumlah saksi tidak disebutkan dan masih bersifat umum.
                Sedangkan di dalam Kompilasi Hukum Islam yang menjadi acuan utama jelas diatur khusus tentang masalah hibah ini, diantaranya pasal 210 ayat (1) yang menyatakan sebagai berikut :
“Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyanya 1/3 harta benda kepada orang lain atau lembaga dihadapan dua orang saksi untuk dimiliki[4]

                Apabila dibandingkan batasan hibah yang didalam Kompilasi Hukum Islam dengan batasan hibah Fiqh Syafi’i jelas nampaknya ada perbedaan, sebab di dalam Kompilasi Hukum Islam dinyatakan orang yang menghibahkan hartanya mestilah berumur 21 tahun dan dihadapan 2 (dua) orang saksi. Sedangkan menurut Fiqh Syafi’i ketentuan-ketentuan tentang hibah ini masih bersifat umum, Hal ini dapat dilihat dari batasan usia dan juga jumlah saksinya yang telah dikemukakan diatas, yang mana tidak ditemukannya batasan usia si penghibah dan juga saksinya. Misalnya batasan umur, batasan saksi bagi orang yang akan menghibahkan hartanya, hal inilah yang yang menjadi bahan pertimbangan penulis untuk mengangkat permasalahan ini di dalam bentuk tulisan ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul “Batasan Usia Pemberi Hibah Dan Jumlah Saksinya Studi Komperatif Mazhab Syafi’i dan Kompilasi Hukum Islam”.

A.    Perumusan Masalah
Setelah melihat apa yang diuraikan diatas, maka dapatlah dikemukakan beberapa masalah, yaitu :
1.                 Bagaimana konsep hibah menurut Fiqh Syafi’i dan Kompilasi Hukum Islam.
2.             Bagaimana perbedaan dan persamaan hibah menurut Fiqh Syafi’i dan Kompilasi Hukum Islam ?
3.             Kenapa Kompilasi Hukum Islam memerlukan batasan minimal 21 tahun bagi pemberi hibah dan harus mempunyai dua orang saksi?

B.     Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.                 Untuk mengetahui konsep Hibah menurut Fiqh Syafi’i dan  Kompilasi Hukum Islam.
2.             Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan hibah menurut Syafi’i dan Kompilasi Hukum Islam.
3.             Untuk mengetahui mengapa Kompilasi Hukum Islam menentukan batasan umur 21 tahun bagi yang ingin menghibahkan hartanya dan harus mempunyai dua orang saksi.
4.             Untuk Mengetahui Pendapat yang paling relevan untuk diterapkan di kehidupan bermasyarakat.

C.     Kerangka Pemikiran
Sudah dimaklumi bahwa untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur aman dan tentram diperlukan aturan-aturan hukum yang mengikat agar hak-hak satu dengan yang lainnya dapat terpelihara dan terjaga. Suatu kaidah hukum agar mengikat dan memaksa mestilah dahulu diundangkan atau ditetapkan.
Kajian hibah yang menjadi salah satu wewenang Peradilan Agama sudah jelas diatur dalam Kompilasi Hukum Islam sebagaimana pasal 210 ayat (1)sebagai berikut :
“Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta benda kepada orang lain atau lembaga dihadapan dua orang saksi untuk dimiliki[5]

Sementara itu dalam Fiqh Syafi’i juga  telah diatur tentang hibah ini sebagaimana ungkapan salah satu Ulama Syafi’i yaitu :
وماجازبيعه منا الا ععيان جازهبته
Artinya : “setiap yang boleh diperjual belikan boleh dihibahkan[6]
Apabila dilihat dari persyaratan-persyaratan tentang hibah baik itu dalam Kompilasi Hukum Islam maupun ketentuan Hibah dalam Fiqh Syafi’i serta melihat kenyataan-kenyataan yang terjadi dalam masyarakat maka wajarlah hibah ini untuk dikaji dan diteliti sehingga dapat diambil suatu kesimpulan hukum yang dapat diterapkan di tengah-tengah masyarakat. 


D.     Hipotesa
Setelah melihat dan mempelajari permasalahan yang ada di dalam latar belakang masalah, maka penulis dapat memberikan kesimpulan sementara tentang masalah hibah ini, yaitu batasan umur 21 tahun dan dua orang saksi yang terdapat di dalam Kompilasi Hukum Islam merupakan salah satu pengaplikasian dari konsep-konsep Al-qur’an dan Hadits, serta memandang kepada kemashlahatan.

E.      Metode Penelitian
Untuk memudahkan penelitian ini, maka penulis memakai beberapa metode yang bisa dipakai dalam suatu penelitian, yaitu sebagai berikut :
a.               Riset Perpustakaan (library reseach) yaitu dengan jalan membaca, menelaah dan meneliti buku-buku yang berkaitan dengan objek pembahasan, baik sumber primer maupun sekunder.
b.              Metode Analisa (conten analisa) yaitu untuk memperoleh gambaran kesimpulan secara  umum penulis menggunakan penalaran induktif yang mana dari hal-hal yang khusus dapat diambil suatu kesimpulan yang umum. Untuk  gambaran  yang khusus penulis menggunakan metode deduktif, yaitu pengambilan kesimpulan yang khusus dari penalaran yang umum.
c.                  Metode Komperatif yaitu membandingkan antara konsep-konsep yang satu dengan konsep yang lainnya yang disertai dengan memperhatikan dalil dan alasan masing-masing. Kemudian setelah itu mengambil pendapat yang terkuat di antaranya.

F.       Sistematika Penulisan 
Untuk  memudahkan pembasan dan penulisan skripsi ini, maka penulis membaginya kepada V bab masing-masing mempunyai sub bab, yaitu sebagai berikut :
Bab I                 :       Merupakan Bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang Masalah, Rumusan Masalah, tujuan Penulisan, Kerangka Pemikiran, Hipotesa, Metode Penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II                :       Membahas tentang Tinjauan umum tentang hibah yang membahas tentang, Pengertian hibah secara umum, dasar hukum hibah, Objek / benda yang bisa di hibahkan, macam-macam hibah, tujuan dan hikmah hibah. 
BAB III            :       Membahas tentang Hibah Menurut Mazhab Syafi’i dan Kompilasi hukum Islam yang terdiri dari Pengertian Hibah menurut Mazhab Syafi’i dan Kompilasi Hukum Islam Rukun, Rukun dan syarat hibah menurut Mazhab Syafi’i dan Kompilasi Hukum Islam, orang yang berha menerima hibah menurut Mazhab Syafi’i dan Kompilasi Hukum Islam, Batasan harta yang bisa dihibahkan menurut Mazhab Syafi’i dan Kompilasi Hukum Islam serta penarikan kembali harta yang dihibahkan menurut Mazhab Syafi’i dan Kompilasi Hukum Islam.
BAB IV           :       Membahas tentang batasan usia dan jumlah saksi pemberi hibah menurut Mazhab Syafi’i dan Kompilasi Hukum Islam yang terdiri dari batasan usia pemberi hibah dan jumlah saksinya menurut Mazhab Syafi’i dan Kompilasi Hukum Islam, Persamaan dan pebedaan hibah menurut Mazhab Syafi’i dan Kompilasi Hukum Islam, Analisis Penulis mengenai Hibah dan pendapat yang lebih relevan untuk di ditegakkan di dikehidupan sehari-hari.
BAB V             :       Merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dari semua pembahasan ditambah dengan saran-saran dan daftar bacaan.



[1] Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 14, diterjemah oleh Drs. Mudzakir A.S, Cet. 2, Bandung, Alma’arif, 1988, h.168.  
[2] As-Sairazi, Al-Muhazzab Fiqh Al-Islam As-Syafi’i Juz. I, Toha Putra, Semarang,            h. 446
[3] Muhammad Ibn. Ismail Al-kahlani, Subul As-salam, Juz, III, Dahlan, Bandung, h. 89
[4] Departmen Agama RI, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta, 2000, h. 94-95
[5] Departmen Agama RI, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta, 2000, h. 94-95
[6] Jalaluddin Abdul Rahman, Al-Asbahu wa an-Nazair, Haramain, Mesir, h. 264
 

[1] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jilid VI, Cipta Adi Pustaka, Jakarta, h. 409

Subscribe to receive free email updates: